Eaaa.... gimana nih teman- teman udah mirip nggak sama panitera, itu loh yang di pengadilan pengadilan itu.
kayak untuk malam ini, nggak perlu pakek muka dimah dulu deh, langsung aja ya saya posting tentang bagaimana kewenangan desa dan desa adat. ini tugas rekomen buat anak hukum yang lagi dapat tugas matakuliah hukum pemda pemdes atau bagi anak rajin yang lagi cari referensi tentang kewenangan desa dan desa adat.
yooo guys dibaca....
Semoga bermanfaat...
HUKUM PEMDA DAN PEMDES
KEWENANGAN DESA DAN DESA ADAT
DISUSUN
OLEH :
1. DEVI TRIDIANASARI (D1A016061)
2. DEVY SHANDRA (D1A016062)
3. DIMIPTA APRILIA (D1A016066)
4. DWI INDAH OLIVIA (D1A016070)
5. HUSWATUN HASANAH (D1A016109)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2018
KEWENANGAN
DESA DAN KEWENANGAN DESA ADAT
Kewenangan
merupakan elemen penting sebagai hak yang dimiliki oleh sebuah desa untuk dapat
mengatur rumah tangganya sendiri. Sebagaimana pemaparan dari mandagri Gamawan
Fauzi dala Raker I RUU Desa:
“ dalam rangka menunjang kemandirian desa maka desa perlu
diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.
Dalam undang-undang ini kewenangan desa adalah meliputi kewenangan yang sudah
ada berdasarkan hak asal usul desa dan kewenangan lokal berskala desa yang
diakui kabupaten/kota.Kewenangan desa tersebut muncul dan terjadi karena
kebutuhan yang berkembang di dalam masyarakat sehingga terhadap kewenangan ini
Desa berhak mengatur dan mengurus urusan rumah tangga desanya dan kepentingan
masyarakatnya. Selain itu, kewenangan desa lainnya adalah kewenangan Pemerintah
Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dilimpahkan pelaksanaannya kepada desa
sebagai lembaga dan kepada Kepala Desa sebagai Penyelenggara Pemerintah Desa
dan kewenangan lainnya yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Pada pelaksanaan kedua kewenangan tersebut, desa hanya memiliki kewenangan
mengurus atau melaksanakan, sehingga pembiayaan yang timbul dalam pelaksanaan
kewenangan tersebut harus menjadi beban bagi pihak yang melimpahkan
kewenangan.”[1]
Dalam
pengelompokannya, kewenangan yang dimiliki desa meliputi : kewenangan dibidang
penyelenggaraan pemerintahan desa, kewenangan dibidang pelaksanaan pembangunan
desa, kewenangan dibidang pembinaan kemasyarakatan desa, dan kewenangan
dibidang pemberdayaan masyarakat desa yang berdasarkan prakarsa masyarakat,
atau yang berdasarkan hak asal usul dan yang berdasarkan adat istiadat desa.
a.
kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini bebeda dengan perundang-undangan
sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan yang sudah ada
berdasarkan hak asal usul desa.
b.
kewenangan lokal berskala Desa dimana desa mempunyai kewenangan penuh untuk
mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan perundangundangan sebelumnya yang
menyebutkan, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/ kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa.
c. kewenangan
yang ditugaskan oleh pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah
daerah kabupaten/kota.
d.
kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Dari empat kewenangan tersebut, pada dua
kewenangan pertama yaitu kewenangan asal usul dan kewenangan lokal berskala
desa, terdapat beberapa prinsip penting yang dimiliki desa.Dimana kewenangan
yang dimiliki oleh desa tersebut bukan-lah kewenangan sisa (residu) yang dilimpahkan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota sebagaimana pernah diatur dalam UU No. 32
Tahun.2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 72 Tahun.2005 tentang
Pemerintahan Desa.Melainkan, sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas.Dan
kedua jenis kewenangan tersebut diakui dan ditetapkan langsung oleh undang-undang
dan dijabarkan oleh peraturan pemerintah.
Kewenangan
berdasarkan hak asal usul merupakan kewenangan warisan yang masih hidup dan
atas prakarsa Desa atau prakarsa masyarakat Desa sesuai dengan perkembangan
kehidupan masyarakat.Sedangkan kewenangan lokal berskala Desa merupakan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah
dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang
muncul karena perkembangan Desa dan prakasa masyarakat Desa.Kedua kewenangan
ini merupakan harapan menjadikan desa berdaulat, mandiri, dan berkepribadian.
Dengan kedua kewenangan ini Desa mempunyai hak “mengatur” dan “mengurus”,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 UU Desa, Desa maupun Desa Adat mempunyai
kewenangan mengeluarkan dan menjalankan aturan main (peraturan), tentang apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sehingga mengikat kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, dan menjalankan aturan tersebut. Atau bertanggungjawab
merencanakan, menganggarkan dan menjalankan kegiatan pembangunan atau
pelayanan, serta menyelesaikan masalah yang muncul.
a. Kewenangan
Desa Berdasarkan Hak Asal Usul Kewenangan atau Hak Asal Usul dalam Pasal 19
huruf (a) UU Desa mencakup pengertian ; dimana hak-hak asli masa lalu yang
telah ada sebelum lahir NKRI pada tahun 1945 dan tetap dibawa dan dijalankan
oleh desa setelah lahir NKRI sampai sekarang. Disamping itu, hak-hak asli yang
muncul dari prakarsa desa yang bersangkutan maupun prakarsa masyarakat
setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku. Kewenangan asal-usul yang diakui oleh negara meliputi :
pengelolaan aset (sumberdaya alam, tanah ulayat, tanah kas Desa) dalam wilayah
yurisdiksi Desa, pembentukan struktur pemerintahan Desa dengan mengakomodasi
susunan asli, menyelesaikan sengketa secara adat dan melestarikan adat dan
budaya setempat. Kewenangan asal usul Desa sebagaimana dalam Pasal 33 huruf (a)
UU Desa diuraikan Pasal 34 ayat (1) PP No. 43. Tahun 2014, yang paling sedikit
kewenangan tersebut terdiri atas :
(a)sistem
organisasi masyarakat adat;
(b)pembinaan
kelembagaan masyarakat;
(c)pembinaan
lembaga dan hukum adat;
(d)pengelolaan
tanah kas Desa;
(e)pengembangan
peran masyarakat Desa.
Dan
ruang lingkup kewenangannya dibeberkan lagi secara rinci dalam Pasal 2
Permendesa PDTT No. 1 Tahun.2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak
Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Dan untuk kewenangan Desa Adat
berdasarkan hak asal usul, secara khsusus dijelaskan lagi lebih gambang dalam
Pasal 103 UU Desa, yang diantaranya meliputi ; pengaturan dan pelaksanaan
pemerintahan berdasarkan susunan asli, pengaturan dan pengurusan ulayat atau
wilayah adat, dan pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat. Yang
operasionalnya diperjelas dalam Pasal 3 Permendesa PDTT No. 1 Tahun. 2015.
Dengan frasa “pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan
berdasarkan susunan asli” dalam Pasal 103 UU Desa di atas berarti, bahwa negara
harus memperhatikan dan menghormati kewenangan-kewenangan asal-usul yang
terkait dengan nomenklatur dan institusi atau organisasi desa. Misalnya sebutan
lokal untuk istilah “desa” yang di daerah tertentu diistilahkan dengan
Pakraman, Kampung, Gampong, Nagari, Banua, atau Lembang. Juga sebutan untuk
istilah “diskusi” atau “musyawarah” yang di berbagai lokal daerah di Indonesia
ada yang menggunakan istilah Kerapatan di Sumatera Barat, Kombongan di Toraja,
Paruman di Bali, Gawe Rapah di Lombok, Saniri di Maluku. Maupun beragam sebutan
untuk perangkat desa yang di berbadgai daerah mempunyai istilah
sendiri-sendiri, misalnya kewang, pecalang, jogoboyo, kebayan, carik, dan
sebagainya.Istilah-istilah tersebut tidak hanya bermakna nomenklatur, melainkan
bisa mengandung pengetahuan, nilai dan jati diri suatu masyarakat.Dan dengan
frasa “pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat” menunjukkan, bahwa
negara tidak boleh melakukan campur tangan atau mengambil alih terhadap
tanah-tanah desa sebagai hak asal usul desa.Walaupun begitu, negara tetap masih
bisa melakukan pembinaan atas pengaturan dan pengelolaan serta memberikan
perlindungan (proteksi) untuk menjaga kelestarian dan optimalisasi
pemanfataan.Hal ini karena tidak sedikit desa Adat atau Desa di Indonesia yang
mempunyai tanah desa sebagai aset desa yang dijaga dan diwariskan secara turun
temurun.Tanah desa merupakan hak asal-usul desa yang paling vital, sebab tanah
merupakan aset (kekayaan) yang menjadi sumber penghidupan dan kehidupan bagi
desa dan masyarakat.Oleh karena itu negara perlu memberikan pengakuan dan
penghormatan (rekognisi) terhadap tanah sebagai hak asal usul desa. Juga dengan
frasa “pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat”, desa bisa dilakukan dengan
langkah konservasi dan revitalisasi
kearifan lokal terkemuka yang sudah ada dan mengakar di setiap daerah.
Kearifan lokal mengandung pranata lokal atau sistem norma yang mengejawantahkan
nilai-nilai, asas, struktur, kelembagaan, mekanisme, dan religi yang tumbuh,
berkembang, dan dianut masyarakat lokal, dalam fungsinya sebagai instrumen
untuk menjaga keteraturan interaksi antar warga masyarakat (social order),
keteraturan hubungan dengan sang pencipta dan roh-roh yang dipercaya memiliki
kekuatan supranatural (spiritual order), atau menjaga keteraturan perilaku
masyarakat dengan alam lingkungan atau ecological order. Seperti di Bantaeng,
dimana sampai saat ini dilestarikan lembaga dan kearifan lokal accidong
sipangadakkang. Lembaga Ini merupakan institusi asal-usul tetapi memperoleh isi
baru.Desa di Bantaeng menggunakan lembaga itu sebagai forum perencanaan
pembangunan partisipatif yang menjamin keterlibatan perempuan dan kaum
miskin.Kelembagaan accidong sipangadakkang tersebut mendapat legitimasi dan
rekognisi (pengakuan) dengan Perda Kabupaten Bantaeng. Tata nilai ini memiliki
daya dorong yang cukup efektif untuk mengembangkan serta memperluas ruang
partisipasi, peran aktif kelompok sosial, forum warga, jaringan antar kelompok,
sehingga mampu mendorong partisipasi warga, terlibat dalam proses pengambilan keputusan
baik dalam organisasi warga sendiri maupun forum musyawarah tingkat desa,
kecamatan sampai kabupaten. Di Lombok Barat juga dilestarikan lembaga lokal
bernama gawe rapah. Lembaga asli ini bukanlah suatu wadah yang diberi mantra
dan guna-guna oleh orang pintar agar menghasilkan keputusan brilian, melainkan
sebagai media berkumpulnya (bermusyawarah) semua pemangku kepentingan dengan
mengedepankan metode revitalisasi nilai lama dan modern; berupa partisipasi,
kesetaraan, pembagian kewenangan, optimalisasi aset, kebersamaan,
kesalingpercayaan (mutual trust) dan keterbukaan. Prinsip utama dalam tradisi
ini yakni setiap orang mempunyai kebebasan dan kesempatan yang sama untuk
mengungkapkan masalah dan menawarkan solusi atas persoalan yang dihadapi secara
santun dan beretika.
b.
Kewenangan Lokal Berskala Desa Kewenangan lokal berskala Desa, sebagaimana Pasal
33 huruf (b) UU Desa, adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau mampu dan efektif dijalankan
oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan Desa dan prakasa masyarakat
Desa. Kewenangan tersebut digamblangkan lagi dalam Pasal 34 ayat (2) PP No. 43
Tahun 2014, yang diantaranya adalah : pengelolaan pasar Desa, pengelolaan
jaringan irigasi, atau pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan pos
pelayanan terpadu. Artinya, kewenangan lokal berskala desa, sebagaimana
penjelasan Pasal 5 Permendesa PDTT No. 1 Tahun 2015, mempunyai kriteria sbb :
a.
Kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
b.
Kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam
wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa.
c.
Kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan sehari-hari
masyarakat Desa.
d.
Kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa.
e.
Program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa.
f.
Kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Kewenangan lokal berskala desa
meliputi beberapa bidang, yaitu : bidang pemerintahan Desa, bidang pembangunan
Desa, bidang kemasyarakatan Desa, dan bidang pemberdayaan masyarakat Desa.
Kewenangan lokal berskala desa haruslah kewenangan yang muncul dari prakarsa
masyarakat sesuai dengan kemampuan, kebutuhan dan kondisi lokal desa. Hal itu
supaya kewenangan tersebut sejalan dengan kepentingan masyarakat sehingga akan
bisa diterima dan dijalankan. Hanya saja, kewenangan yang terkait dengan
kepentingan masyarakat secara langsung ini mempunyai cakupan yang relatif kecil
dalam lingkup desa.Apalagi kewenagan yang berkaitan sangat dekat dengan
kebutuhan hidup sehari-hari warga desa kurang mempunyai dampak keluar
(eksternalitas) dan kebijakan makro yang luas.Jenis kewenangan lokal berskala
desa ini merupakan turunan dari konsep subsidiaritas, sehingga masalah atau urusan
berskala lokal yang sangat dekat dengan masyarakat sebaik mungkin diputuskan
dan diselesaikan oleh organisasi lokal (dalam hal ini adalah desa), tanpa harus
ditangani oleh organisasi yang lebih tinggi.Menurut konsep subsidiaritas,
urusan yang terkait dengan kepentingan masyarakat setempat atas prakarsa desa
dan masyarakat setempat, disebut sebagai kewenangan lokal berskala
desa.Pelaksanaan kewenangan lokal tersebut berkonsekuensi terhadap masuknya
program-program pemerintah ke ranah desa. Pasal 20 UU Desa menegaskan, bahwa
pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala
Desa (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf (a) dan (b) UU Desa) diatur dan
diurus oleh Desa. Pasal ini terkait dengan Pasal 81 ayat (4 dan 5) : “Pembangunan
lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa” dan “Pelaksanaan program
sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk
diintegrasikan dengan Pembangunan Desa”. Rangkaian pasal itu menegaskan bahwa
kewenangan lokal bukanlah kewenangan pemerintah supra-desa (termasuk
kementerian sektoral) melainkan menjadi kewenangan desa.karena selama ini
hampir setiap kementerian sektoral memiliki proyek masuk desa yang membawa
perencanaan, birokrasi, pendekatan, bantuan dan membangun kelembagaan lokal di
ranah desa. Ada desa mandiri energi (ESDM), pengembangan usaha agribisnis
perdesaan (pertanian), desa siaga (kesehatan) dan yang lainnya.Dengan UU Desa
ini, semua program tersebut adalah kewenangan lokal berskala desa yang
dimandatkan oleh UU Desa untuk diatur dan diurus oleh desa.Dengan dimikian,
diharapkan bisa mendorong desa untuk berdaulat, mandiri dan berkepribadian
sebagaimana citacita pemerintahan sekarang ini.Desa berdaulat, merupakan
pengejawantahan asas rekognisi dan juga Pasal 5 dalam UU Desa, dimana Desa
tidak lagi sub-ordinat kabupaten.Dengan begitu semua pihak harus menghormati
desa.Sementara konsepsi desa mandiri merupakan penjabaran dari asas
kemandirian.Dimana desa memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri.Kemandirian desa ini juga ditopang kewenangan lokal berskala desa.
Daftar
Pustaka
Silahuddin,
M. (2015).Kewenangan Desa dan Regulasi Desa. Jakarta: Kementrian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Kedesa.id. (2016,April). Kewenangan desa
adat. Diperoleh pada 26 Mei 2018 dihttp://kedesa.id/id_ID/wiki/lembaga-kemasyarakatan-lembaga-desa-adat-dan-ketentuan-kekhususan-desa-adat/ketentuan-khusus-desa-adat/kewenangan-desa-adat/
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018
No comments:
Post a Comment